![]() |
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Youtube Deddy Corbuzier (Dok. Tangkapan layar YouTube Deddy Corbuzier) |
Gakojabar - Dalam sebuah wawancara yang menarik di kanal YouTube Deddy Corbuzier, mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, akhirnya angkat bicara mengenai berbagai kebijakan yang kerap memicu pro dan kontra di masyarakat.
Dikenal dengan gaya kepemimpinannya yang sering dianggap nyeleneh, Dedi Mulyadi menjelaskan alasan di balik setiap keputusan yang ia ambil, mulai dari larangan studi tur hingga isu kontroversial seputar program Keluarga Berencana.
Membongkar Kontroversi Larangan Wisuda dan Studi Tur
Salah satu kebijakan Dedi Mulyadi yang paling disorot adalah larangan wisuda dan studi tur bagi siswa.
Keputusan ini dianggap radikal oleh banyak pihak, namun Dedi Mulyadi memberikan penjelasan yang mengejutkan.
Ia mengungkapkan bahwa langkah ini diambil untuk mengatasi masalah "kemiskinan permanen" di kalangan masyarakat.
Dedi melihat banyak orang tua terpaksa meminjam uang dari rentenir hanya untuk membiayai wisuda atau studi tur anak-anak mereka.
Hal ini justru menjerat mereka dalam kesulitan finansial yang berkepanjangan.
"Tindakan radikal ini diperlukan karena menghadapi masalah-masalah yang akut yang menimbulkan 'kemiskinan permanen'," ujarnya dikutip dari YouTube Deddy Corbuzier.
Ia juga menegaskan bahwa larangan tersebut tidak bertujuan untuk melarang piknik atau rekreasi, melainkan untuk mengembalikan esensi dari "studi tur" itu sendiri agar tidak hanya menjadi ajang jalan-jalan tanpa makna.
Meluruskan Isu Program Keluarga Berencana dan Bansos
Isu lain yang tak kalah ramai adalah klaim yang menyebut Dedi Mulyadi mewajibkan penerima bantuan sosial (bansos) untuk melakukan vasektomi atau tubektomi.
Isu ini dengan tegas dibantah oleh Dedi Mulyadi. Ia menjelaskan bahwa pidatonya hanya sebatas "harapan," bukan kewajiban.
"Saya hanya 'mengharapkan' penerima bantuan sosial agar mengikuti program keluarga berencana," kata Dedi.
Dedi menceritakan pengalamannya bertemu dengan keluarga yang memiliki puluhan anak dan hidup dalam kemiskinan, seperti seorang ibu dengan 24 anak yang berjualan gorengan. Baginya, pemberian bantuan seperti pembangunan rumah akan sia-sia jika jumlah anak terus bertambah tanpa perencanaan matang.
Filosofi Kepemimpinan Dedi Mulyadi: Jadi "Transenter", Bukan "Follower"
Dalam wawancara tersebut, Dedi Mulyadi juga membagikan filosofi kepemimpinannya. Ia berpendapat bahwa seorang pemimpin tidak boleh hanya berusaha untuk disukai, melainkan harus mampu meletakkan visi dasar kepemimpinannya.
"Seorang pemimpin itu harus mampu meletakkan visi dasar kepemimpinannya, dia harus menjadi 'transenter', bukan 'follower'," tegasnya.
Ia juga mengakui bahwa pendekatannya yang unik, yang sering kali berkeliling sendiri tanpa tim sukses, membuat dirinya kerap dikritik. Namun, ia memiliki keyakinan kuat bahwa apa yang ia lakukan pada akhirnya akan berhasil dan meninggalkan warisan yang kuat bagi masyarakat.
"Seorang pemimpin yang banyak dicaci maki saat menjabat akan dikenang dan 'ditangisi' ketika ia berhenti, karena ia meninggalkan warisan yang kuat," pungkas Dedi Mulyadi.***
Sumber: YouTube Deddy Corbuzier
Baca juga: Kunjungan ke RS Welas Asih Kang Dedi Mulyadi Bahas Logo Baru yang Filosofis
Komentar
Posting Komentar